Saturday, January 24, 2015

REKLAMASI MELANDA BALI

Dengan dikeluarkannya perpres NO.51/2014 sebagai pengganti perpes NO.45/2011, merupakan salah satu indikasi bahwa pemerintah pusat ingin mengekspolitasi Bali. Banyak alasan atas peubahan perpres yang yang dikeluarkan sebelum di revisi. Salah satu alasan yang sebagai penguat perubahan perpres di antaranya yaitu peningkatan pertumbuhan pariwisata, ekonomi dan pembukaan lapangan kerja. Mereka tidak menyiggung tentang menjaga budaya yang memiliki ciri-ciri daerah yang mendapat predikat sebagai daerah atau pulau yang menarik untuk di kunjungi. Presiden kita saat ini, jokowi dodo. Adalah sebuah harapan bagi masyarakat daerah bali untuk menggalan proyek reklamasi teluk benoa. ”investasi pariwisata  di bali jangan sampai merusak lingkungan, budaya dan religi di bali” tutur presiden republik  ketika bertemu relawan pasca penggumuman kemenangan jokowi oleh KPU.
Reklamasi pada dasarnya adalah proses pembuatan daratan baru di lahan yang tadinya tertutup oleh air, seperti misalnya bantaran sungai atau pesisir. Kawasan baru tersebut biasanya dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis, pelabuhan udara, pertanian, dan pariwisata. Biasanya reklamasi dilakukan oleh negara atau kota dengan laju pertumbuhan dan kebutuhan lahan yang meningkat pesat, tetapi memiliki keterbatasan lahan. Metode reklamasi yang direncanakan untuk Teluk Benoa adalah metode timbun.
Pro-kontra reklamasi teluk benoa berawal dari SK Gubernur Bali NO.213/02-C/K/2012  (sudah di cabut) tentang reklamasi teluk Benoa. Karena banyak pertentangan antara pemerintah dengan masyarakat maka gubernur mencabut SK tersebut dan menggantinya dengan  SK NO.1727/01-B/HK/2013. SK tersebut memuat tentang izin study kelayakan rencana pemanfaatan, pengembangan dan pengolahan wilayah perairan teluk Benoa. Sabtu, 17 Agustus 2013, Gubernur Bali Mangku Pastika mengatakan ”Terhitung sejak Jumat (16/8), SK tersebut dinyatakan dibatalkan dengan melihat berbagai pertimbangan yang ada.” Keputusan ini menjawab penolakan atas upaya reklamasi Teluk Benoa, diperkuat rekomendasi DPRD Bali agar Gubernur meninjau ulang dan/atau mencabut SK dimaksud.
Rupanya Gubernur Bali tak sungguh-sungguh. Pencabutan SK itu dibarengi penerbitan SK baru yang membuka kesempatan PT Tirta Wahana Bali International (TWBI) untuk kembali mengupayakan reklamasi Teluk Benoa. SK terbaru bernomor 1727/01-B/HK/2013 memberi izin kepada PT TWBI melakukan Studi Kelayakan Rencana Pemanfaatan, Pengembangan, dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa selama dua tahun.
 Teluk Benoa terletak di sisi tenggara pulau Bali, dan yang direncanakan untuk direklamasi tepatnya adalah Pulau Pudut. Reklamasi direncanakan seluas 838ha dengan ijin pengelolaan oleh PT TWBI selama 30 tahun, dan pembangunan berbagai obyek wisata di atasnya. PT TWBI menyiapkan dana Rp 30 triliun untuk proyek ini. Teluk Benoa adalah kawasan konservasi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 93 Peraturan Presiden 45/2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita. Kawasan konservasi memiliki banyak fungsi vital di dalam pelestarian ekosistem. Mereklamasi kawasan konservasi, selain melanggar peraturan tersebut, juga membawa banyak dampak negatif bagi ekosistem maupun kehidupan masyarakat sekitar. Conservation International dalam kajian pemodelan dampak reklamasi Teluk Benoa-nya memetakan daerah-daerah yang akan tergenang air jika Teluk Benoa yang adalah muara dari beberapa sungai besar di Bali ini direklamasi. Data selengkapnya, silakan unduh di sini. Kami juga mengundang pihak Conservation International untuk memaparkan hasil kajiannya di dalam sebuah diskusi publik
Sikap DPRD Bali juga menunjukan adanya keingingan kuat mereklamasi Teluk Benoa. DPRD Bali tak mau mencabut Rekomendasi pertama Gubernur untuk menindaklanjuti kajian LPPM Universitas Udayana Bali. Bahkan ada beberapa oknum DPRD yang ngotot mempertahankan kajian LPPM Universitas Udayana sekaligus mendorong adanya kajian reklamasi di seluruh Bali termasuk di perairan Teluk Benoa melalui skema APBD perubahan. Studi ini sejatinya adalah tahap awal reklamasi karena merupakan bagian dari produk izin lokasi reklamasi.
Kebijakan-kebijakan Gubernur dan DPRD Bali sesungguhnya mengingkari kawasan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi. Padahal hukum telah tegas melarang diadakannya kegiatan reklamasi di kawasan konservasi. Artinya larangan itu mencakup pula pada upaya pelaksanaan reklamasi, termasuk izin Studi Kelayakan dengan dalih apapun.
Oleh karena itu, kkomunitas ForBALI (Forum Rakyat Bali Menolak Reklamasi), mengecam tindakan manipulatif Gubernur Bali dalam menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Bali nomor: 1727/01-B/HK/2013.

Terimakasih telah berkomentar
EmoticonEmoticon